skedar referensi, mungkin bisa kita aplikasikan...
Untuk teman yang hoby merakit pemancar, atau Radio Frekwensi,terutama pemancar TV disini ada sedikit artikel sebagai pedoman untuk membuat Penguat RF, ( Power Amplifier ).
Seperti yang kita ketahui ada beberapa Kelas penguat, ( A,B,C,D,E ) terutama penguat RF. Salah satu yang membedakan diantaranya adalah metode pemberian tegangan (bias) pada basis transistor ( B ) yg kita gunakan.
Okelah sekarang kita mencoba menghitung tegangan bias pada sebuah transistor yang akan kita gunakan sebagai penguat. Kita ambil contoh aja misalnya transistor 2sc2053.
Untuk menghitung pemberian tegangan bias penguat kelas A, kita ambil transistor 2SC2053 sebagai contoh kasus, dan gambar rangkaian diatas sebagai referensi.
Menurut data sheet transistor 2SC2053 diketahui bahwa:
Tegangan kolektor-emitor (VCE) maks = 17 volt
Arus kolektor (IC) maksimum = 300 mA
Disipasi panas (Pc) maksimum = 600 mW
1. Pertama-tama kita pilih tegangan catu (Vcc) = 15 volt supaya aman, karena batas VCE maksimumnya tidak akan terlampaui.
2. Penguat kelas A memiliki gain dan bandwidth yang paling besar, sehingga cocok digunakan sebagai RF-pre amplifier. Meskipun boros energi, tapi pemborosannya ini bisa diabaikan lantaran konsumsi dayanya relatif kecil (ordenya miliwatt).
3. Bila dioperasikan di kelas A besarnya VCE kita tetapkan setengah dari Vcc agar diperoleh simpangan tegangan (swing) yang simetris sehingga diperoleh penguatan yang linier. Inilah keunggulan lain dari penguat kelas A. Jadi kita tentukan VCE = ½ x Vcc = ½ x 15 volt = 7,5 volt.
4. Selanjutnya daya disipasi panasnya kita tentukan ½ dari harga maksimumnya. Tujuannya adalah agar transistor tidak terlalu panas dan bisa tahan lama / awet. Dengan demikian besarnya Po = ½ x Pc = ½ x 600 mW = 300 mW.
5. Dari disipanas ini lalu kita bisa menghitung besarnya arus kolektor (IC), dimana IC = Po / VCE = 300 mW / 7,5 volt = 40 mA.
6. Besarnya arus yang mengalir di emitor IE = IC + IB. Tetapi berhubung IB sangat kecil (lihat item 11), maka IE ~ IC = 40 mA
7. Dengan demikian harga resitor yang dipasang di emitor (RE) bisa dihitung : RE = VE / IE = (Vcc – VCE) / IE = (15volt – 7,5volt) / 40 mA = 187,5 ohm. Dalam praktek kita bisa pilih RE = 180 ohm.
8. Langkah berikutnya adalah menentukan besarnya resistor di base (R1 & R2).
9. R1 dan R2 berfungsi membagi tegangan Vcc dimana hasil baginya kemudian diberikan ke base. Jadi hasil bagi tegangan ini akan sama dengan tegangan di base (VB) yang besarnya dapat dihitung dengan rumus pembagi tegangan VB = {R2 / (R1+R2)}Vcc.
10. Sementara kita tahu bahwa VB = VE + 0,7 = 7,5 + 0,7 = 8,2 volt. Angka 0,7 volt adalah tegangan VBE untuk transistor yang sedang aktif.
11. Arus yang masuk ke base (IB) bisa dihitung berdasarkan faktor penguatan arus DC (hFE) yang terdapat pada data sheet transistor. Berhubung angkanya bervariasi, maka kita plih saja hFE = 100. Jadi, IB = IC/hFE = 40 mA/100 = 0,4 mA.
12. Angka IB = 0,4 mA berfungsi sebagai referensi untuk menentukan R1+R2.
13. Kita harus memilih R1+R2 sedemikian rupa sehingga arus yang mengalir di R1+R2 minimal 10 kali IB
14. Agar mencapai 10 kali IB, maka besarnya resistor R1+R2 = Vcc / (10 x IB) = 15 / 4 mA = 3,75 kilo ohm.
15. Dengan rumus pada item 9, R2 dapat dihitung R2 = (VB/Vcc) x (R1+R2)} = (8,2 volt / 15 volt) x 3,75 kilo ohm = 2,05 kilo ohm.
16. Akhirnya R1 dapat kita hitung R1 = (R1+R2) – R2 = 3,75 – 2,05 = 1,7 kilo ohm. Dalam praktek kita bisa pilih R1 = 1k8 dan R2 = 2k2.
17. Sampai disini pemberian tegangan bias penguat kelas A selesai.
http://fajarsukmono.blogspot.com/2008/09/tegangan-bias-kelas.html(sayang gambarnya tdk ada)
Menyambung tulisan sebelumnya, berikut adalah untuk kelas AB.
Tujuan utama pembuatan RF amplifier adalah untuk menghasilkan daya output yang lebih besar. Daya RF yang dihasilkan amplifier selalu sebanding dengan daya DC yang dikonsumsinya. Untuk memperbesar daya DC hanya ada dua yang bisa dilakukan, yaitu memperbesar tegangan VCE dan/atau memperbesar arus IC pada transistor.
Keberadaan resistor RE dalam gambar penguat kelas A membatasi “swing” sinyal RF output. Oleh karena itu pada penguat kelas B resistor RE ini dibuang. Hasilnya VCE transistor menjadi sama dengan Vcc, dan swing sinyal RF yang dihasilkan menjadi bertambah besar. Tetapi sayangnya, hanya setengah perioda sinyal saja diperkuat.
Pada saat periode sinyal input sedang positif sinyal akan diperkuat, sedangkan saat perioda sinyal input negatif transistor malah tidak bekerja (non aktif atau off). Akibatnya sinyal output akan berbentuk setengah gelombang saja. Ini berarti sistem penguatannya menjadi tidak linier. Sebab bentuk sinyal output tidak sama dengan bentuk sinyal inputnya.
Nah, disinilah kemudian RFC mengambil peran. Pada saat perioda sinyal input sedang positif, transistor aktif, dan arus IC akan mengalir melewati RFC. Oleh RFC arus ini akan disimpan dalam bentuk medan magnet.
Ketika perioda sinyal input sedang negatif dan transistor off, energi yang tersimpan dalam medan magnet itu diubah oleh RFC menjadi arus listrik kembali, dan langsung disalurkan ke output. Akibatnya, sinyal output yang dihasilkan menjadi utuh kembali (berbentuk sinyal sinusoidal murni / gelombang penuh). Dengan demikian penguat ini dikatakan linier.
Sayangnya, jumlah energi yang disimpan oleh RFC sangat terbatas sehingga daya output sistem penguat linier yang memanfaatkan efek “pendulum” ini juga terbatas. Untuk penguat dengan daya RF diatas 2 watt sudah tidak bisa lagi memanfaatkan sistem "pendulum" ini. Oleh karena itu untuk RF amplifier dengan daya output yang besar harus menggunakan sistem push-pull untuk mendapatkan penguatan yang linier.
Kembali ke masalah pemberian tegangan bias, penguat kelas AB di operasikan sedikit diatas kelas B. Tujuan utamanya sebenarnya adalah untuk menghilangkan efek “cross-over” yang sering dihasilkan oleh penguat kelas B. Distorsi "cross-over" disebabkan oleh penyatuan perioda sinyal positif dan perioda sinyal negatif yang tersambung secara tidak mulus (lihat gambar dibawah ini).
cari1 cari1 cari1 cari1 cari1 cari1 cari1 cari1 cari1 cari1
Pada penguat kelas AB, transistor diset agar sudah ada arus IC yang mengalir sebelum ada sinyal input. Besarnya IC bias untuk kelas AB ini umumnya dibatasi maksimum = 10% dari nilai IC maksimumnya. Bila IC bias ini terlalu besar akan menyebabkan transistor menjadi panas dan boros energi. Tetapi sebaliknya bila IC bias terlalu kecil distorsi "cross-over" mulai muncul, dan penguat menjadi tidak linier. Jadi besarnya IC memang perlu diatur pada posisi yang paling tepat. Pengaturannya umumnya dilakukan dengan sebuah variable resistor (VR).
Dari data sheet transistor 2SC1971 diketahui:
IC maks = 2 A
hFE ~ 100
1. Untuk kelas AB, IC bias maks = 10% x 2 A = 0,2 A
2. IB bias maks = IC bias maks dibagi dengan hFE. Jadi, IB bias maks = 0,2 A/100 = 2 mA.
3. IB bias maks ini tercapai bila VR diset pada posisi maksimum, dimana pada kondisi ini RB akan menghubungkan Vcc langsung ke base. Pada kondisi ini RB = (Vcc – VBE) / (IB bias maks) = (15 volt – 0,7 volt) / (2 mA) = 7,15 kilo ohm. Dalam praktek kita bisa pilih RB = 7k8
4. Fungsi VR di sini sama dengan R1+R2 pada penguat kelas A, yaitu sebagai rangkaian pembagi tegangan. Dengan perhitungan yang sama dengan cara menentukan R1+R2, kemudian VR bisa kita pilih = 5k.
Demikian sekilas tentang tegangan bias pada transistor penguat RF.
Semoga membantu.
http://fajarsukmono.blogspot.com/2008/12/tegangan-bias-kelas-ab.html(sayang gambarnya jg tdk ada)