TEMPO.CO, Jakarta - Badan Narkotika Nasional menangkap pegawai bank yang diduga ikut bekerja sama dengan Bandar Narkoba di Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara. Kepala BNN Komisaris Jenderal Budi Waseso kecewa pihak bank memudahkan pelaku membuat rekening dengan identitas fiktif.
"Bank ini juga ikut kerjasama dengan bandar Narkoba dalam pembuatan rekening palsu dengan nama yang tidak sah," kata Budi Waseso di kantor BNN, Jakarta, Selasa, 26 Januari 2016.
Badan Narkotika Nasional telah menangkap pegawai bank tersebut dan sedang diperiksa penyidik. "Kami sudah tangkap pegawai bank tersebut atas tuduhan bekerja sama dengan pelaku karena mengizinkan pelaku membuat rekening atas nama palsu," ujar Budi.
Badan Narkotika Nasional mengungkap kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan aset sebesar Rp 17 miliar, Kamis, 14 Januari 2016 lalu. BNN bekerja sama dengan pejabat pembuat akte tanah serta jajaran direktorat jenderal Lapas Sidoarjo, Cipinang, dan Nusakambangan menangkap terduga pelaku dengan nama GP, pria berusia 57 tahun yang menjadi bandar pengedar narkobanya ke lembaga permasyarakatan.
GP ditangkap dalam kaitan dengan peredaran narkoba di Surabaya, Jakarta, Cilacap, Tebing Tinggi dan daerah lainnya. "GP menjual narkoba untuk 5 bandar di dalam lapas," ujar Kepala BNN Komisaris Jenderal Budi Waseso, Selasa, 26 Januari 2016. GP ditangkap BNN di Tebing Tinggi.
Budi mengatakan GP pernah dipenjara satu dasawarsa karena kasus narkotika sejak 2000. "Setelah dia menjalani hukumannya, pelaku kembali menjual narkoba," ujar Budi.
GP terkait dengan lima narapidana. Para narapidana itu berada di lapas Cipinang (Vonis 20 tahun dalam kasus narkotika dan enam tahun TPPU), narapidana lapas Nusakambangan (Vonis 20 tahun penjara), warga Nepal yang menjadi narapidana di Nusakambangan (Vonis 20 tahun dan 10 tahun untuk TPPU) serta narapidana lapas narkotika Cipinang (Vonis 20 tahun penjara). Kelima narapidana tersebut diduga sebagai bandar narkoba di dalam lapas.
Budi mengatakan GP sudah melakukan pencucian uang dari bisnis narkotika sejak 2000 hingga 2014 dengan mengedarkan sabu dan ekstasi. "GP menggunakan hasil keuntungan dari bisnis narkoba untuk membuka usaha penggilingan padi dan jual beli beras. Selain itu juga beberapa alat angkut berupa truk dan tronton," ujar pria yang biasa dipanggil Buwas ini.
Dari GP, BNN menyita beberapa jumlah barang yang diduga hasil dari pencucian uang jual beli narkoba. BNN menyita satu tempat usaha gilingan padi, satu bidang tanah di Tebing Tinggi, 12 unit Truk dan 2 unit Tronton. Selain itu BNN juga menyita 1 mobil Mitsubishi Strada, satu mobil Toyota Avanza, 1 mobil Mitsubishi L 300 serta dua
forklift. BNN juga menyita perhiasan emas berupa cincin, gelang dan kalung, beberapa lembar uang ringgit dan uang dalam rekening sejumlah Rp 9,5 miliar.
GP melakukan transaksi narkoba ke dalam lapas menggunakan rekening palsu atas nama Yulius Djuanda, Johan Wijaya dan nama palsu lainnya. Atas perbuatannya GP dikenakan pasal 137 huruf a dan huruf b UU no 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan pasal 3 dan 4 UU no. 8 tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang. "Patut diduga GP telah melakukan perbuatan melawan hukum, menyimpan, mentransfer, menerima dan menikmati uang hasil kejahatan narkotika," ujar Budi.
sumber :
tempo